Menurut informasi yang kami terima,
pencatatan nikah di KUA mensyaratkan usia 21 tahun. Bagaimana dengan
gadis muslimah yang ingin menikah namun usianya masih 19 tahun?
Apakah sebaiknya menunda nikah? Namun ingin melaksanakan sunnah Rasul “ya ma’syarasy syabab”. Ataukah harus nikah siri dulu? Mohon bantuan solusinya.
Jawaban
Salah satu sunnah yang dianjurkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah menyegerakan menikah.
Dalam bahasa hadits diistilahkan dengan syabab.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يَامَعْشَرَ الشَّبَابِ: مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai pemuda, barangsiapa di antara
kalian telah mampu maka hendaknya menikah, karena ia lebih menundukkan
pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum
mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab ia dapat mengekangnya.” (HR. Bukhari)
Syabab biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “pemuda.” Berapakah usianya? Fauzil Adhim dalam buku Indahnya Pernikahan Dini menjelaskan, syabab adalah seseorang yang telah memasuki aqil-baligh dan usianya belum mencapai tiga puluh tahun. Asalkan sudah memiliki ba’ah (kemampuan), maka ia dianjurkan untuk segera menikah.
Jika usia Anda 19 tahun dan ingin segera
menikah, hal itu adalah hal yang sangat baik yang insya Allah merupakan
salah satu impelentasi anjuran Rasulullah ini.
Sebenarnya, Peraturan Menteri Agama
Nomor 11 tahun 2007 tentang Pencatatan nikah tidak mutlak mensyaratkan
usia 21 tahun. Pada Bab IV pasal 7 disebutkan “Apabila seorang calon
mempelai belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun, harus mendapat
ijin tertulis kedua orang tua”.
Jadi jika usia calon pengantin kurang
dari 21 tahun, orangtua/wali perlu menandatangani format model N5. Ini
hal yang mudah karena meskipun usia gadis di atas 21 tahun pun,
orangtua/wali tetap harus menyetujui dan memberikan ijin atas pernikahan
tersebut.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan, usia minimal bagi perempuan untuk menikah
adalah 16 tahun, sedangkan laki-laki 19 tahun. Undang-Undang ini sempat
diprotes pada tahun 2015, digugat agar batas usianya dinaikkan
perempuan menjadi 21 tahun dan laki-laki menjadi 23 tahun namun ditolak
oleh Mahkamah Konstitusi.
Jadi, jangan ragu untuk menikah. Jika ada masalah terkait usia, bisa dibicarakan baik-baik oleh orangtua kepada KUA.
Mengenai nikah siri, sebaiknya jangan
dilakukan. Menikahlah secara resmi dan tercatat di KUA karena hal itu
lebih sesuai dengan prinsip i’lan (mengumumkan pernikahan) dan mentaati ulil amri serta lebih legal secara hukum positif.