Khaulah binti Tsa’labahNama
lengkapnya adalah Khaulah binti tsa’labah bin Ashram bin Farah bin
Tsa’labah Ghanam bin ‘Auf. Beliau tumbuh sebagai wanita yang fasih dan
pandai. Beliau dinikahi oleh Aus bin Shamit bin Qais, saudara dari
Ubadah bin Shamit Radhiallahu ‘anhu, yang senantiasa menyertai perang
Badar dan perang Uhud dan mengikuti seluruh peperangan Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dengan Aus inilah Khaulah melahirkan anak
laki-laki yang bernama Rabi’.
Suatu ketika Khaulah binti
Tsa’labah mendapati suaminya, Aus bin Shamit dalam suatu masalah yang
membuat Aus marah, dia berkata, “Bagiku engkau ini seperti punggung
ibuku.”
Kemudian Aus keluar setelah
mengatakan kalimat tersebut dan duduk bersama orang-orang untuk beberapa
lama. Selanjutnya Aus kembali ke Khaulah dan menginginkannya. Akan
tetapi kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak
Aus, sampai jelas hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap kejadian
diatas.
Khaulah berkata, “Tidak…
jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh
menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau
ucapkan terhadapku sehingga Allah dan Rasul-Nya lah yang memutuskan
hukum tentang peristiwa yang menimpa kita.
Selanjutnya Khaulah menemui
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, lalu dia mencerita- kan
peristiwa yang menimpa dirinya dengan suaminya.
Maksud kedatangannya adalah
untuk meminta fatwa dan berdialog dengan Nabi Shalallahu ‘alaihi
wasallam tentang urusan tersebut. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu
tersebut … aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”
Wanita mukminah ini mengulangi
perkataannya dan menjelaskan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam tentang apa yang menimpa dirinya dan anaknya, jika dia harus
bercerai dengan suaminya, namun Rasulullah Shalalahu ‘alaihi wasallam
tetap menjawab, “Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram
baginya”.
Sesudah peristiwa tersebut
wanita mukminah ini senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit
sedangkan kedua di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan.
Kedua matanya meneteskan air
mata dan perasaan menyesal. Kemudian beliau berdo’a, “ya Allah
sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang peristiwa yang menimpa
diriku”.
Alangkah bagusnya apa yang
dilakukan oleh Sahabiyah Khaulah Radhiallahu ‘anha, beliau berdiri di
hadapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam kemudian berdialog untuk
meminta fatwa. Setelah turunnya fatwa, yang memberatkannya beliaupun
melakukan istighatsah (memohon pertolongan) dan mengadu hanya kepada
Allah Ta’ala. Ini menandakan kejernihan iman dan tauhid yang telah
dipelajarinya dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Tiada henti-hentinya wanita
ini berdo’a sehingga suatu ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
pingsan (sebagaimana biasanya beliau pingsan ketika menerima wahyu).
Kemudian setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sadar kembali,
beliau bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menurunkan ayat Al-Qur’an tentang dirimu dan suamimu, kemudian beliau
membaca firman QS. Al-Mujadalah: 1-4, yang artinya: “Sesungguhnya Allah
telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu
tentang suaminya, dan mengadukan [halnya] kepada Allah. Dan Allah
mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat, … sampai firman Allah: “dan bagi
orang-orang kafir ada siksaan yang pedih.”
Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarat (tebusan) Zhihar :
Nabi : “Perintahkan kepadanya (suami Khaulah) untuk memerdekakan seorang budak!”
Khaulah : “Ya Rasulullah dia tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan.”
Nabi : “Jika demikian perintahkan kepadanya untuk shaum dua bulan berturut-turut.”
Khaulah : “Demi Allah dia adalah laki-laki yang tidak kuat melakukan shaum.”
“Nabi : “Perintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin.”
“Khaulah : “Demi Allah ya Rasulullah dia tidak memilikinya.”
Nabi : “Aku bantu dengan separuhnya.”
Khaulah : “Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah.”
Nabi : “Engkau benar dan baik
maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya,
kemudian bergaulah dengan anak pamanmu itu secara baik.”
Maka Khaulahpun melaksanakannya.
Demikianlah sebuah kisah
tentang sahabiyah yang mengajukan suatu perkara yang terjadi di rumah
tangganya kepada Rasululllah, yang perkara Khaulah dan suaminya ini
merupakan permasalahan yang pertama kali terjadi di Umat Islam. Di
dalamnya terkandung banyak pelajaran.CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DESIGN